Manajemen
pembiayaan bank syariah
DI SUSUN OLEH :
Disusun oleh :
Hardiyanti
Rizky a fauziyah
Siti Fatimah lally solihah
Anne youhanna sari
Isna era adisasmita
EKONOMI PERBANKAN ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYA YOGYAKARTA
2015
Akad Pembiayaan Musyarakah antara BPRS Buana Mitra Perwira dengan
Pujadi Hadi Saputro.
Pujadi Hadi Saputro yang lahir di Purbalingga Tanggal 27 Januari
1959, pekerjaan swasta yang beralamat di Desa Sumampir Rt 06, Rw 01 Kecamatan Rembang,
Kabupaten Purbalingga, propinsi Jawa Tengah adalah nasabah BPRS Buana Mitra
Perwira.
Dalam rangka
mengembangkan usahanya, Pada tanggal 05 Oktober 2010 Pujadi Hadi Saputro
mengajukan permohonan pembiayaan dengan Nomor 608/SPP/X/2010 kepada BPRS Buana
Mitra Perwira untuk Modal Usaha Dagang Pakaian yang ada di Riau.
Berdasarkan
surat Bank kepada Nasabah No. 55/064-0/10/10 tanggal 15 Oktober 2010 telah
setuju memberikan fasilitas pembiayaan musyarakah dengan modal Bank
sebesar Rp. 60.000.000,- (Enam puluh juta Rupiah),sebagaimana Akad Pembiayaan
Musyarakah Nomor.55/064-1/10/10. Adapun isi dan ruang lingkup perjanjian
musyarakah secara ringkas dapat dipaparkan sebagai berikut :
1. Kedudukan Para Pihak
Kedua pihak
yang membuat perjanjian musyarakah ini adalah PT Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah Buana Mitra Perwira, yang berkedudukan di jalan MT Haryono Nomor 267
Kabupaten Purbalingga, Propinsi Jawa Tengah, dalam hal ini diwakili oleh Aman
Waliyudin, Direktur Utama bertindak untuk dan atas nama mewakili PT BPRS Buana
Mitra Perwira yang akta pendirian / Anggaran Dasarnya telah diumumkan dalam
Lembar Berita Negara Republik Indonesia Nomor 61 Tambahan Berita Negara
Republik Indonesia Nomor: 7312.
Sedangkan pihak
nasabah adalah Pujadi Hadi Saputro, Tempat tanggal lahir Purbalingga, 27
Januari 1959 Pekerjaan Swasta, beralamat di Desa Sumampir Rt 06, Rw 01
Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga propinsi Jawa Tengah. Dengan
persetujuan Istri, Hartati yang lahir di Purbalingga 27 Maret 1961, pekerjaan
Swasta, beralamat di Desa Sumampir Rt 06, Rw 01 Kecamatan Rembang, Kabupaten
Purbalingga propinsi Jawa Tengah. Nasabah dengan Suratnya Nomor 608/SPP/X/2010
mengajukan permohonan kepada bank untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan dengan
tujuan untuk modal usaha dagang pakaian . Setelah memenuhi berbagai
persyaratan, akhirnya ajuan pembiayaan ini disetujui oleh Bank dengan Nomor :
55/064-0/10/10 tertanggal 15 Oktober 2010. Untuk itulah diperlukan perjanjian
tertulis dalam akta notaris yang berisi hak-hak dan kewajiban masing-masing
pihak.
Defnisi
Defnisi ini bertujuan untuk menjelaskan para pihak terkait dengan
istilah yang ada dalam perjanjian musyarakah No. No.55/064-1/10/10 di
BPRS Buana Mitra Perwira
a. Akad Musyarakah adalah
akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu, dimana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa
keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati sebelumnya, sedangkan
kerugian ditanggung oleh para pihak sebesar partisipasi modal yang disertakan
dalam usaha.
b. Pembiayaan Musyarakah adalah penyediaan dana bank untuk memenuhi kebutuhan sebagian modal
suatu usaha tertentu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan
nasabah yang mewajibkan nasabah untuk melakukan setelmen atas investasi
dimaksud sesuai dengan akad musyarakah
c. Musyarik adalah
Bank dan Nasabah sebagai sama-sama penyedia modal
d. Syirkah adalah
bentuk usaha atau proyek yang dikerjasamakan oleh Bank dan Nasabah
e. Nisbah dan Bagi Hasil adalah ratio perbandingan pembagian atas keuntungan dan resiko
usaha/proyek diantara Nasabah dengan Bank yang ditetapkan berdasarkan
perjanjian ini.
f. Mudharib adalah
pengelola usaha bersama yang ditunjuk oleh musyarik
g. Keuntungan Usaha adalah
pertambahan harta yang diperoleh dalam menjalankan usaha/proyek yang dihitung
berdasarkan periode tertentu yaitu dengan mengurangkan jumlah harta akhir
periode dengan harta awal (Ra’sul maal)
h. Kerugian Usaha adalah
berkurangnya harta yang diperoleh dalam menjalankan usaha/proyek yang dihitung
berdasarkan periode tertentu yaitu jumlah akhir periode lebih kecil dari jumlah
harta pada awal periode.
i. Hari Kerja Bank adalah
Hari Kerja Bank Indonesia
j. Cidera Janji adalah
keadaan tidak dilaksanakannya sebagian atau seluruh kewajiban Nasabah yang
menyebabkan Bank dapat menghentikan seluruh atau sebagian biaya-biaya yang
terkait, serta sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian ini menagih dengan
seketika dan sekaligus jumlah kewajiban Nasabah kepada Bank.
3. Tujuan, Porsi, Jangka Waktu, dan Ruang Lingkup Pembiayaan
Musyarakah
Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 2 Akta Perjanjian Musyarakah,
bahwa para pihak sepakat bahwa tujuan pembiayaan ini adalah untuk
memperoleh keuntungan dan manfaat bagi kedua pihak dengan usaha-usaha yang
halal dan tidak bertentangan dengan Syariah. Untuk mengembangkan usaha dalam
rangka mendapatkan keuntungan, maka para pihak sepakat, bahwa dana keseluruhan
yamg diperlukan sebesar Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah),
dengan porsi pembagian sebagai berikut :
Nasabah sebagai pengelola usaha dengan modal keseluruhan sebesar
Rp. 168.000.000.- (seratus enam puluh delapan juta rupiah) yang terdiri
dari modal bank sebesar Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah), atau
sama dengan 35,71 % dan Nasabah sebesar Rp. 108.000.000,- (seratus delapan
juta rupiah), atau sama dengan 64,29%.
Jangka waktu
pembiayaan Musyarakah diberikan oleh bank 9 bulan , terhitung sejak
tanggal Surat Perjanjian ditandatangani kedua belah pihak, yaitu tanggal 18
Oktober 2010 dan berakhir pada tanggal 18 Juli 2011 dan
selambat-lambatnya pada tanggal 18 Juli 2011. Setiap bulan nasabah harus
menyerahkan bagi hasil sebesar Rp. 1.082.143. - (satu juta delapan puluh dua
ribu seratus empat puluh tiga rupiah) wajib dibayar pada tanggal 18 pada
tiap bulannya selam jangka 9 bulan secara tunai dan atau pemindah bukuan dari
rekening tabungan nasabah.Untuk pengelolaan usaha, maka bank memberikan kuasa
penuh kepada nasabah untuk menjalankan usahanya. Untuk pelaksanaan pembiayaan musyarakah
ini, dan nasabah juga harus membuat dan menyampaikan kepada bank rencana
pengelolaan usaha. Nasabah juga bertanggung jawab atas pengelolaan,
penyimpanan, dan pemeliharaan usaha.
4. Jaminan Pembiayaan
Untuk merealisasi pembiayaan musyarakah ini, bank juga
meminta jaminan berupa asset-asset nasabah yang sewaktu-waktu bisa dilelang
jika nasabah melakukan cidera janji. Asset-asset nasabah yang diserahkan kepada
jaminan pembiayaan ini adalah sebagai berikut (pasal 3) :
a. Sebidang tanah pekarangan dengan Sertifikat Hak Milik Nomor
01294 Desa Sumampir sebagaimana diuraikan dalam Surat Ukur Nomor 00963/Sumampir
/2008 tanggal 23 September 2008 Luas 3090 M² Nomor Identifikasi Bidang Tanah
11.29.13.10.00962 terletak di Desa Sumampir Kecamatan Rembang Kabupaten
Purbalingga Propinsi Jawa Tengah tercatat
atas nama Hartati.
b. Sebidang tanah pekarangan dengan Sertifikat Hak Milik Nomor
01089 Desa Bodaskarangjati sebagaimana diuraikan dalam Surat Ukur Nomor 00909/Bodaskarangjati/2008
tanggal 06 Agustus 2008 Luas 1.100 M² Nomor Identifikasi Bidang Tanah
11.29.13.06.00908 terletak di Desa Bodaskarangjati Kecamatan Rembang Kabupaten
Purbalingga Propinsi Jawa
Tengah tercatat atas nama Pujadi hadi Saputro. Demikian berikut
dengan segala sesuatu yang ada, tumbuh tertanam dan berdiri di atas tanah
tersebut, yang menurut ketentuan Undang-Undang dan/atau menurut sifat
peruntukannya dapat dipandang sebagai benda tetap atau benda
bergerak.
5. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Pengelolaan Kegiatan Usaha
Dalam perjanjian tersebut, tertulis Hak dan Kewajiban para pihak
dalam pengelolaan kegiatan usaha, yaitu :
a. Hak
1) Bank dan Nasabah selaku musyarik secara bersama-sama
berhak untuk membuat atau mengambil berbagai keputusan keuangan dan operasi, kecuali
terhadap hal-hal yang telah ditetapkan dalam kebijaksanaan yang tidak memerlukan
persetujuan bersama diantara para pihak
2) Bank dan Nasabah berhak mengambil bagian atas keuntungan sesuai
porsi Pembagian Keuntungan (syirkah) yang telah disepakati.
3) Bank berhak melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas pembukuan
dan jalannya pengelolaan usaha.
b. Kewajiban
1) Bank
a) Bank berkewajiban memberikan modal yang diperlukan untuk usaha sebagaimana
jumlah yang disepakati (60 juta) kepada nasabah, setelah Nasabah memenuhi
persyaratan yang diajukan oleh pihak Bank.
b) Bank juga ikut bertanggung jawab terhadap jalannya operasional usaha.
2) Nasabah
a) Nasabah berkewajiban melakukan kegiatan usaha sesuai dengan kebijakan-kebijakan
yang telah ditetapkan oleh para musyarik (parapihak)
b) Nasabah berkewajiban memelihara, menjaga serta menyelamatkan modal
(Ra’sul Mal) para Musyarik (para pihak).
c) Nasabah bertindak untuk dan atas nama serta mewakili para pihak,
baik di luar ataupun di muka pengadilan, kecuali dalam hal :
(1) Meminjam dan/atau meminjamkan asset milik syirkah dan/atau
melakukan tindakan yang dapat menimbulkan beban tanggungan pada syirkah atau
bank.
(2) Menjual dan mengasingkan asset milik syirkah.
d) Setiap bulan pada tanggal yang disetujui oleh Bank, nasabah
harus memberikan laporan laba rugi bulanan (bulan berjalan), dan atas laporan
tersebut harus dibuatkan berita acara yang disetujui oleh Bank sebagai dasar
Bank untuk menghitung bagi hasil bulan berjalan.
e) Nasabah wajib membayar seluruh biaya yang ditimbulkan sehubungan
dengan perbuatan perjanjian ini, termasuk jasa Notaris dan jasa lainnya.
f) Jika Nasabah cidera janji tidak melakukan pembayaran, sehingga
Bank perlu menggunakan jasa Penasehat Hukum/Kuasa untuk menagihnya, maka
Nasabah harus membayar seluruh biaya Jasa Penasehat Hukum, jasa penagihan,dan
jasa-jasa lainnya.
g) Nasabah akan melakukan pembayaran melalui Bank terhadap setiap potongan
yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
h) Jika Nasabah dalam pembayaran angsuran pokok dan atau pembayaran
bagi hasil melewati tanggal realisasi seperti pada pasal 2 maka Nasabah akan
dikenakan denda keterlambatan .
i) Nasabah dikenakan biaya kunjungan Rp. 10.0000.- (sepuluh ribu
rupiah) setiap melakukan pembayaran angsuran pokok atau pembiayaan
proyesi bagi hasil.
j) Nasabah wajib mengasuransikan kepada perusahaan asuransi atas
Jiwa Nasabah yang disepakati dan disetujui para pihak atas beban Nasabah dengan
syarat-sayrat asuransi yang berlaku.
6. Kesepakatan bagi Hasil.
Pada Pasal 6 Perjanjian Musyarakah dijelaskan bahwa Bank
berjanji untuk menanggung kerugian yang timbul dalam pelaksanaan Perjanjian
proporsional kecuali Bank dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut terjadi
karena ketidakjujuran, kelalaian, dan/atau pelanggaran yang dilakukan Nasabah .
Dalam hal ini, Bank baru akan menerima dan mengakui terjadinya kerugian
tersebut, apabila Bank telah menerima dan menilai kembali segala perhitungan
yang dibuat dan disampaikan oleh Nasabah kepada Bank, dan Bank telah
menyerahkan hasilpenilaiannya tersebut secara tertulis kepada Nasabah. Dalam
kesepakatan bagi hasil ini Nasabah berjanji untuk menyerahkan perhitungan usaha
secara periodik pada tiap bulan, selambat-lambatnya pada hari ke lima bulan
berikutnya. Selanjutnya Bank akan melakukan penilaian kembali atas perhitungan
usaha yang diajukan oleh Nasabah, dan apabila sampai hari ke lima berikutnya
Bank tidak menyerahkan kembali ke Nasabah, maka Bank dianggap telah menerima
dan mengakui perhitungan yang yamg dibuat oleh Nasabah.
7. Peristiwa Cidera Janji dan Penyelesaian Perselisihan
Dalam perjanjian Musyarakah antara BPRS Buana Mitra Perwira
dengan Pujadi Hadi Saputro, bank membuat ketentuan bagi nasabah yang
jika dilanggar maka dianggap telah Cidera Janji. Peristiea yang dianggap
Nasabah telah cidera janji adalah sebagai berkut (Pasal 11) :
a. Nasabah tidak melaksanakan pembayaran atas kewajiban kepada Bank
sesuai saat yang ditetapkan dalam Pasal 2 dan 8 perjanjian ini.
b. Dokomen, surat-surat bukti kepemilikan atau hak lainnya atau
barang-barang yang dijadikan jaminan, dan/atau pernyataan pengakuan
sebagaiamana tersebut pada Pasal 3 Perjanjian ini ternyata palsu atau tidak
benar isinya, dan/atau Nasabah melakukan perbuatan yang melanggar atau
bertentangan dengan ketentuan dalam perjanjian ii.
c. Sebagian atau seluruh harta kekayaan Nasabah disita oleh
pengadilan atau pihak yang berwajib.
d. Nasabah berkelakuan sebagai pemboros, pemabuk, ditaruh di bawah pengampuan,
dalam keadaan insolvensi, dinyatakan pailit, atau dilikuidasi.
e. Menggunakan pembiayaan yang diberikan Bank diluar tujuan untuk
rencana kerja yang telah mendapatkan persetujuan tertulis dari Bank.
f. Melakukan pengalihan usahanya dengan cara apapun, termasuk dan
tidak terbatas pada melakukan penggabungan, konsilidasi, dan/atau akuisisi
dengan pihak lain.
g. Menolak atau menghalang-halangi Bank dalam melakukan pengawasan dan/atau
pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Perjanjian ini. Sebagaimana
dikemukakan dalam Pasal 14, jika terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran
atas hal-hal yang tercantum di dalam surat perjanjian atau terjadi perselisihan
atau sengketa dalam pelaksanannya, para pihak sepakat untuk menyelesaikannya
secara musyawarah atau mufakat. Apabila musyawarah ini menemui jalan buntu
tidak menghasilkan kesepakatan, maka para pihak sepakat untuk menyelesaikannya
melalui Pengadilan Agama di Purbalingga atau melalui lembaga peradilan
berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku dan atau Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) di Purwokerto, yang mana putusannya dianggap
final dan mengikat para pihak.
Analisis Konstruksi Akad Pembiayaan Musyarakah di BPRS Buana Mitra Perwira
Purbalingga Menurut Hukum Perjanjian Islam
1. Analisis Konstruksi/susunan Perjanjian (Akad) Dalam membuat
sebuah akad, dalam Islam tidak jauh berbeda dengan susunan yang ada dalam
perjanjian pada umumnya. Dalam menganalisis perjanjian atau kontrak yang dibuat
oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Buana Mitra Perwira Purbalingga ini dilihat
dari standar/struktur unsur-unsur kontraknya secara normatif sudah sesuai
dengan standar/struktur unsur-unsur terpenuhinya sebuah akad. Yaitu mulai dari
bab pembukaan, isi/materi, penutup, dan lampiran.
a. Pembukaan
1) Judul
Judul menunjukkan dan sekaligus memberikan cakupan pengertian pokok
tentang hakekat isi suatu kontrak. Dilihat dari sisi subpembukaan ini Akad
Pembiayaan Musyarakah “ dan dilengkapi dengan
nomor perjanjiannya : No.55/064-1/10/10.
2) Kepala Kontrak
Adalah kalimat surat pembukaan kontrak yang membuktikan kapan dan
dimana kontrak tersebut dibuat dan ditandatangani para pihak. Dalam hal ini,
kepala kontraknya menunjukkan bahwa
perjanjian tersebut dibuat pada hari Senin tanggal 18 Oktober 2010
Analisis Konstruksi Akad Pembiayaan Musyarakah di BPRS Buana Mitra
Perwira Purbalingga Menurut Hukum Perjanjian Islam
1. Analisis Konstruksi/susunan Perjanjian (Akad)
Dalam membuat sebuah akad, dalam Islam tidak jauh berbeda dengan
susunan yang ada dalam perjanjian pada umumnya. Dalam menganalisis perjanjian atau
kontrak yang dibuat oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Buana Mitra Perwira
Purbalingga ini dilihat dari standar/struktur unsur-unsur kontrakny secara
normatif sudah sesuai dengan standar/struktur unsur-unsur terpenuhinya
sebuah akad. Yaitu mulai dari bab pembukaan, isi/materi, penutup,
dan
lampiran.
a. Pembukaan
1) Judul
Judul menunjukkan dan sekaligus memberikan cakupan pengertian pokok
tentang hakekat isi suatu kontrak. Dilihat dari sisi sub pembukaan ini Akad
Pembiayaan Musyarakah “ dan dilengkapi dengan
nomor perjanjiannya : No.55/064-1/10/10.
2) Kepala Kontrak
Adalah kalimat surat pembukaan kontrak yang membuktikan kapan dan
dimana kontrak tersebut dibuat dan ditandatangani para pihak. Dalam hal ini,
kepala kontraknya menunjukkan bahwa
perjanjian tersebut dibuat pada hari Senin tanggal 18 Oktober 2010
dan bertempat di Purbalingga.
b. Subyek akad (Para Pihak)
Merupakan penyebutan dan penjelasan mengenai identitas para pihak yang
membuat akad atau yang berkepentingan. Dalam hal ini para pihak yang
berkepentingan ada dua pihak, yaitu:
1) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Buana Mitra Perwira, yang berkedudukan
di jalan MT Haryono Nomor 267 Kabupaten Purbalingga, Propinsi Jawa Tengah,
dalam hal ini diwakili oleh Aman Waliyudin, Direktur Utama bertindak untuk dan
atas nama mewakili PT BPRS Buana Mitra Perwira yang akta pendirian / Anggaran
Dasarnya telah diumumkan dalam Lembar Berita Negara
Republik Indonesia Nomor 61 Tambahan Berita Negara Republik Indonesia
Nomor: 7312.
2) pihak nasabah adalah Pujadi Hadi Saputro, Tempat tanggal lahir Purbalingga,
27 Januari 1959 Pekerjaan Swasta, beralamat di Desa Sumampir Rt 06, Rw 01
Kecamatan Rembang, Kabupaten
Purbalingga propinsi Jawa Tengah. Dengan persetujuan Istri, Hartati
yang lahir di Purbalingga 27 Maret 1961, pekerjaan Swasta, beralamat di Desa Sumampir
Rt 06, Rw 01 Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga propinsi Jawa Tengah.
c. Dasar diadakannya Kontrak (Clausa)
Dalam sub pembukaan yang terakhir ini terlihat bahwa kedua belah pihak,
baik shahibul maal dan mudharib Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 2 Akta
Perjanjian Musyarakah, bahwa para pihak sepakat bahwa tujuan pembiayaan
ini adalah untuk memperoleh keuntungan dan manfaat bagi kedua pihak dengan
usahausaha yang halal dan tidak bertentangan dengan Syariah. Untuk
mengembangkan usaha dalam rangka mendapatkan keuntungan, maka para pihak
sepakat, bahwa dana keseluruhan yamg diperlukan sebesar Rp. 60.000.000,- (enam
puluh juta rupiah), dengan porsi pembagian sebagai berikut : Nasabah
sebagai pengelola usaha dengan modal keseluruhan sebesar Rp. 168.000.000.- (seratus
enam puluh delapan juta rupiah) yang terdiri dari modal bank sebesar
Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah), atau sama dengan 35,71 % dan Nasabah
sebesar Rp. 108.000.000,- (seratus delapan juta rupiah), atau sama
dengan 64,29%.
Jangka waktu pembiayaan Musyarakah diberikan oleh bank 9
bulan , terhitung sejak tanggal Surat Perjanjian ditandatangani kedua belah pihak,
yaitu tanggal 18 Oktober 2010 dan berakhir pada tanggal 18 Juli 2011 dan
selambat-lambatnya pada tanggal 18 Juli 2011. Setiap bulan nasabah harus menyerahkan
bagi hasil sebesar Rp. 1.082.143. -(satu juta delapan puluh dua ribu seratus
empat puluh tiga rupiah) wajib dibayar pada tanggal 18 pada tiap
bulannya selam jangka
9 bulan secara tunai dan atau pemindah bukuan dari rekening
tabungan nasabah.
Untuk pengelolaan usaha, maka bank memberikan kuasa penuh kepada nasabah
untuk menjalankan usahanya. Untuk pelaksanaan pembiayaan musyarakah ini,
dan nasabah juga harus membuat dan menyampaikan kepada bank rencana pengelolaan
usaha. Nasabah juga bertanggung jawab atas pengelolaan, penyimpanan, dan
pemeliharaan usaha.
d. Isi atau Substansi Akad
1) Klausula Definisi
Klausula definisi yang merupakan kalimat dalam akad/ kontrak yang
diberikan batasan arti atau maknanya agar nantinya tidak menimbulkan salah
pengertian dan tidak ditafsirkan lain oleh para
pihak yang bersangkutan serta agar para pihak jelas dan paham benar
maksudnya. Dalam perjanjian ini klausula definisi tertuang dalam pasal 1
tentang ketentuan umum.
2) Klausula Obyek Akad
Klausula ini menentukan apa yang dijadikan objek kontrak dengan menyebutkan
secara jelas dan lengkap tentang nama barang, wujud/jenisnya, letak dan
luasnya, dan hal-hal lain yang menjelaskan obyek akad tersebut secar
terperinci. Klausula obyek kontrak dalam perjanjian ini tertuang dalam pasal 2
dalam pokok perjanjian.
3) Klausula Hak dan Kewajiban
Klausula ini menentukan hak dan kewajiban para pihak yang ditulis
secara tegas dan jelas serta terperinci apa saja yang menjadi hak dan kewajiban
masing-masing. Dalam perjanjian ini klausula hak dan kewajiban terletak pada
pasal 5, pasal 7 dan 9 tentang hak dan kewajiban yang harus dijalankan oleh
kedua belah pihak.
4) Klausula Sanksi
Merupakan ketentuan yang mengatur tentang pemberian sanksi akibat
pelanggaran dan atau kelalaian salah satu pihak dalam melaksanakan perjanjian.
Klausula sanksi ini tertuang dalam pasal 11 yang membahas tentang kerugian
termasuk di dalamnya bagaimana mekanisme terjadinya kerugian, pihak mana yang
menyebabkan kerugian, dan lain sebagainya.
5) Klausula Spesifik
Merupakan pengaturan tentang hal-hal yang spesifik yang dikehendaki
para pihak untuk dituangkan dalam akad. Dalam perjanjian ini, klausula
spesifiknya tertuang pada pasal 3 yang
membahas tentang barang jaminan yang dijaminkan oleh mudharin kepada
shahibul maal dengan tujuan agar mudharab tetap amanah dan tanggung jawab dalam
melaksanakan kontraknya.
6) Klausula Pemilihan Hukum dan Domisili
Merupakan penentuan atau jalan hukum yang akan dipilih bilamana
terjadi perselisihan antara para pihak. Dalam perjanjian ini, hanya tertuang
jika terjadi force majeure seperti bencana alam,
pemberontakan, peperangan , dan atau peristiwa lain yang bukan dikehendaki
manusia dan tidak dapat dihindari, maka hukum yang berlaku ialah kedua pihak
masing-masing akan melepaskan
kewajibannya. Akan tetapi bila terjadi peristiwa yang memang
berasal dari manusia dan bukan karena factor alam seperti perselisihan, wanprestasi
dan lain-lain, dalam perjanjian ini tidak diatur secara terperinci.
e. Penutup
1) Pernyataan Para Pihak tentang hal-hal yang Membatalkan Kontrak Merupakan
pernyataan para pihak yang menyatakan tentang batalnya kontrak/akad. Dalam
perjanjian ini, pernyataan tersebut tertuang dalam pasal 16 tentang batalnya
al-musyarakah. Dalam perjanjian itu dijelaskan tentang bagaimana mekanisme
batalnya perjanjian tersebut.
2) Penandatanganan Para Pihak
Yaitu pembubuhan tanda tangan para pihak yang melakukan kontrak atau
perjanjian sebagai tanda bahwa keduanya telah menyetujui dan sepakat terhadap
isi akad tersebut secara keseluruhan dan berakibat berlaku sebagai
undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.
Dalam perjanjian tersebut telah ditandatangani oleh kedua belah
pihak, baik shahibul maal dan mudharib.
B. Analisis Hukum Islam terhadap Substansi Akad Pembiayaan
Musyarakah di
BPRS Buana Mitra Perwira Purbalingga.
Meskipun perjanjian pembiayaan musyarakah antara BPRS Buana
Mitra Perwira dengan Pujadi Hadi Saputro secara normatif telah sah, tetapi
dalam isi Akad Musyarakah ternyata ditemukan adanya beberapa penyimpangan
prinsip-prinsip musyarakah menurut Islam. Perjanjian musyarakah yang
tidak sesuai dengan prinsip musyarakah menurut islam antara lain :
kedudukan para pihak tidak setara, pelunasan hutang pada saat jatuh tempo, cara
perhitungan Nisbah Bagi Hasil, ada hak pertanggungan atas jaminan.
1. Kedudukan para pihak tidak setara
Salah satu prinsip penting yang harus diterapkan dalam operasional
Bank Syariah dan yang membedakan dengan Bank konvensional adalah prinsip kemitraan.
Prinsip ini mengandung arti kesejajaran, persamaan kedudukan, berat sama
dipikul ringan sama dijinjing, berbagi tanggung jawab, dan saling hubungan baik
dalam rangka kerjasama saling menguntungkan. Prinsip-prinsip inilah
yangdianjurkan syirkah sebagaimana beberapa ayat maupun hadits tentang disyariahkanya
syirkah.
Dalam
Perjanjian Musyarakah ini tidak tercermin prinsip kemitraan atau kesetaraan
antara Bank dan Nasabah. Dalam pasal 5 tertulis Hak dan kewajiban para pihak
dalam pengelolaan kegiatan usaha, namun di beberapa pasal lain masih ada
kewajiban-kewajiban yang harus dijalankan oleh nasabah. Secara implisit kewajiban
Bank adalah menyediakan sejumlah dana yang disepakati, sedangkan kewajiban
nasabah ada banyak poin, mulai dari melakukan usaha, wajib mengasuransikan
asset, pembayaran pajak, adanya denda keterlambatan jika dalam pembayaran
angsuran pokok dan atau pembayaran bagi hasil melewatitanggal yang ditentukan.
Hal tersebut tidak mencerminkan prinsip kemitraan yang dijunjung tinggi oleh
perbankan syariah. Prinsip kemitraan tersebut mengandung arti kesejajaran,
persamaan kedudukan, berat sama dipikul ringan sama dijinjing, berbagi tanggung
jawab, dan lain-lain. Dalam pasal 9 point 1
disebutkan nasabah wajib membayar seluruh biaya yang ditimbulkan
sehubungan dengan perbuatan perjanjian ini, termasuk jasa notaris dan jasa
lainnya. Bukankah dalam fatwa DSN terkait akad musyarakah diterangkan bahwa
biaya operasional harus dibankan pada modal bersama .
Dalam pasal 21
huruf f Kompilasi Hukum Ekonomi Islam menyebutkan pula bahwa akad harus dilakukan
berdasarkan asas taswiyah (kesetaraan) yaitu para pihak dalam setiap akad
memiliki kedudukan yang setara dan mempunyai hak dan kewajiban yang seimbang. Disamping
kewajiban-kewajiban, nasabah juga diberikan pembatasanpembatasan dan pengawasan
ruang gerak usahanya. Disini Nampak jelas bahwa pihak bank lah yang berkuasa
sebagai pemberi pinjaman, dan nasabah sebagai pihak yang menerima berbagai
ketentuan bank asal mendapat pembiayaan.
Padahal
kemitraan dan kesetaran adalah prinsip penting yang harus ada dalam akad musyarakah.
Tanpa kesetaraan diantara anggota, maka akad syirkah tidak bisa terjadi.
2. Cara perhitungan Nisbah Bagi Hasil
Keuntungan
adalah tambahan/imbalan yang ada setelah modal jelas ada dan utuh. Dalam
kontrak musyarakah, pembagian keuntungan (profit) harus dengan prosentase,
bukan suatu jumlah tertentu. Menentukan jumlah keuntungan secara pasti dapat
mengakibatkan kontrak ini menjadi fasid. Ketentuan bagi hasil seharusnya
:
a. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan
yang diperoleh.
b. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan.
Apabila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
c. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah
pendapatan.
Menurut kalangan mazhab hanafi dan Hanbali, prosentase tersebut
harus ditentukan secara jelas dalam kontrak. Menentukan suatu jumlah tetap bagi
seorang mitra tidak diperbolehkan lantaran laba yang akan diperoleh belum
pasti. Bagi kalangan Mazhab Syafi’i, tidak ada keperluan untuk menetapkan
bagian laba dalam kontrak, sebab mereka tidak memperbolehkan adanya perbedaan
antara rasio saham dalam modal dengan rasio laba.5 Menurut fatwa DSN MUI bahwa keuntungan
mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan
tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.6 Sedangkan
pembagian keuntungan/bagi hasil akad Musyarakah yang dilakukan oleh BPRS
Buana Mitra Perwira ditetapkan dengan jumlah yang tetap (flat) dan ditetapkan
di awal, dan bukan dalam bentuk prosentase. Dengan adanya proyeksi pendapatan
yang sudah dipatok oleh bank, menjadikan nisbah bagi hasil BPRS Buana Mitra
Perwira mirip dengan bunga pada Bank konvensional. Dari uraian di atas penulis
dapat menyimpulkan bahwa pembagian keuntungan akad musyarakah yang
dilakukan oleh BPRS Buana Mitra Perwira tidak sesuai dengan pembagian
keuntungan akad musyarakah menurut fiqh maupun fatwa DSN:
08/DSN-MUI/IV/2000. Hal ini dikarenakan cara pembagian keuntungan yang dilakukan
oleh BPRS Buana Mitra Perwira menggunakan sistem bunga yang mana pembagian
keuntungan adalah tetap, dan didapat dari prosentase besarnya pembiayaan yang
diajukan oleh nasabah bukan dari prosentase keuntungan yang didapat dari usaha
si nasabah. Besar nominal bagi hasil yang disetorkan anggota kepada pihak BPRS
setiap bulannya sama sehingga pembagian keuntungan dengan sistem bunga
tetap/bunga flat.
4. Ada hak pertanggungan atas jaminan
Dalam
Perjanjian Musyarakah tersebut (Pasal 3) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
mewajibkan Nasabah (Pujadi Hadi Saputro) untuk menyerahkan jaminanjaminan berupa
tanah pekarangan yang taksiran nilainya di atas nilai pembiayaan yang
diberikan. Aset-aset tersebut menjadi jaminan atas pembiayaan musyarakah
yang dilakukan. Peristiwa cidera janji ini juga hanya dikenakan untuk nasabah.
Dalam perjanjian Musyarakah antara BPRS Buana Mitra Perwira dengan Pujadi, bank
membuat ketentuan bagi nasabah yang jika dilanggar maka dianggap telah cidera janji.
Peristiwa yang dianggap telah cidera janji adalah sebagaiman adisebutkan dalam
Pasal 11, antara lain :
a. Nasabah tidak melaksanakan pembayaran atas kewajiban kepada Bank
sesuai saat yang ditetapkan dalam Pasal 2 dan 8 perjanjian ini.
b. Dokomen, surat-surat bukti kepemilikan atau hak lainnya atau
barang-barang yang dijadikan jaminan, dan/atau pernyataan pengakuan
sebagaiamana tersebut pada Pasal 3 Perjanjian ini ternyata palsu atau tidak
benar isinya, dan/atau Nasabah melakukan perbuatan yang melanggar atau
bertentangan dengan ketentuan dalam perjanjian ii.
c. Sebagian atau seluruh harta kekayaan Nasabah disita oleh
pengadilan atau pihak yang berwajib.
d. Nasabah berkelakuan sebagai pemboros, pemabuk, ditaruh di bawah pengampuan,
dalam keadaan insolvensi, dinyatakan pailit, atau dilikuidasi.
e. Menggunakan pembiayaan yang diberikan Bank diluar tujuan untuk
rencana kerja yang telah mendapatkan persetujuan tertulis dari Bank.
f. Melakukan pengalihan usahanya dengan cara apapun, termasuk dan
tidak terbatas pada melakukan penggabungan, konsilidasi, dan/atau akuisisi
dengan pihak lain.
g. Menolak atau menghalang-halangi Bank dalam melakukan pengawasan dan/atau
pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Perjanjian ini.
Apabila terjadi
salah satu peristiwa Cidera janji tersebut, maka bank berhak menyatakan bahwa
seluruh fasilitas pembiayaan terhutang dan semua jumlah uang yang harus dibayar
berdasarkan Musyarakah yang terhutang dan semua jumlah uang yang harus
dibayar berdasarkan perjanjian ini menjadi jatuh tempo dan harus dibayar
seketika. Selain itu Bank berhak melakukan segala upaya hukum untuk melakukan
segala upaya hukum untuk melaksanakan hak Bank dalam perjanjian ini dan dokumen
transaksi dan mengambil pelunasan atas fasilitas pembiayaan Musyarakah dan
biaya-biaya yang harus dibayar oleh nasabah berdasarkan dokumen transaksi dari
eksekusi perjanjian jaminan.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan oleh penulis, dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Konstruksi Akad Pembiayaan Musyarakah No.55/064-1/10/10 di BPRS
Buana Mitra Perwira Purbalingga secara normatif sudah sesuai dengan standar/struktur
unsur-unsur terpenuhinya sebuah akad. Mulai dari terpenuhinya syarat maupun
rukun yang ada dalam perjanjian Islam. Diantaranya adalah : telah terpenuhinya
subyek akad (para pihak), obyek akad, manfaat akad, dan telah ada unsur
kerelaan pada dari kedua pihak.
2. Akad musyarakah No.55/064-1/10/10 di BPRS Buana Mitra
Perwira Purbalingga secara normatif sudah memenuhi syarat-syarat dalam sebuah
akad dalam Islam, namun jika di tinjau dari islam dalam Substansinya ada beberapa
penyimpangan yang berkaitan dengan prinsip-prinsip musyarakah itu sendiri.
Diantaranya : Kedudukan para pihak yang tidak setara, tidak ada penangguhan
waktu saat pembayaran Hutang Jatuh Tempo, Cara perhitungan Nisbah Bagi Hasil
yang tetap (flat) dan titentukan di awal akad.